Three Ways To Overcome Fear of Failure

On a conscious level, we all know that the fear of failure is the barrier to success. When we aren’t the one standing on the precipice facing judgement, we have all the nerves to recite motivational…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Menumpuk Rencana

Rencana kok ditumpuk?

Secara gak sadar ini kebiasaan yang dibiarkan begitu saja terjadi, dan rasa-rasanya tidak ada tanggung jawab penuh untuk segera menyelesaikannya. Rencana bisa dalam bentuk apa aja, dari yang memang urusan penting sekali sampai urusan kecil. Makanya gak jarang ada percakapan begini: “Eh, weekend besok ngopi yuk.” “Halah sama lu mah palingan ngomong doang, ujungnya gak jadi”.

Masih dalam edisi “pandemi menyadarkanku”, ternyata hal-hal kecil yang ketumpuk juga gak bisa dibiarkan begitu aja. Bisa dikaitkan juga dengan prokrastinasi (menunda-nunda pekerjaan). Kalau prokrastinasi lebih kepada ini sih konteksnya, misal hari ini cucian numpuk, ya sudah saatnya mencuci, namun karena mungkin ada distraksi dari hal-hal lainnya, maka tidak segera dilakukan, tertunda hingga esok hari dan esok harinya lagi, baju-bajunya semakin menumpuk. Nah, yang ingin kubahas di sini bukan dengan konteks tersebut, tapi yang kesannya tidak terlalu urgent, bahkan memang tidak ada konsekuensinya kalau sampai tidak dilakukan — namun tetap aja awalnya rencana yang sudah disusun ujung-ujungnya tidak jadi dilakukan.

“Eh bikin project gini-gini yuk.” “Yuk! Suka banget aku sama yang kayak begituan.” Lalu selesai. Percakapan sampai di situ saja.

Terkadang kalau memang tidak ada tuntutan dari mana-mana, rencana hanyalah rencana. Rencana berlibur pun, kalau tidak diseriusi, ya sudah, gak akan jadi berlibur. Padahal tujuannya senang-senang, kenapa ditunda ya? Bikin project bareng teman, misalkan, juga untuk senang-senang, kalau cuan ya puji syukur, tapi kenapa ditunda ya?

Setelah proses refleksi dan observasi pada situasi diri dan lingkungan sekitar, tiap orang punya prioritasnya masing-masing. Kalau satu orang sudah sangat memprioritaskan hal tersebut, namun temannya tidak, ya tetap saja tidak akan berjalan. Begitu terus siklusnya sampai pada akhirnya semua punya kadar prioritas yang sama terhadap hal yang ingin dicapai. Sederhana, kan? Masalah prioritas pasti semua orang juga paham, tinggal dijalani saja dan diharapkan ada toleransi pada tiap-tiap orang.

Pada akhirnya, apabila rencana tersebut benar-benar terjadi dan terselesaikan: semuanya senang. Tidak terjadi dan tidak terselesaikan: tidak ada yang merugi.

Pertanyaannya: mau senang dan mencapai sesuatu yang baru, atau mau ya udah biasa-biasa saja tidak ada hal baru yang dicapai?

Add a comment

Related posts:

Human consuming

Your tongue unfurls like ferns. “Human consuming” is published by ..

What Does Your Vibrational Energy Say About You?

An article in Psychology Today talks about the importance of choosing wisely when it comes to who we hang out with because vibes are indeed contagious and can make us sick in the mind or body. The…

Glass Castle Book Review

The Glass Castle is a moving memoir about self-sufficency and overcoming adversity, and about 2 parents with 4 kids told from the point of view of the daughter; Jeannette Walls. Her father, Rex…